Langsung ke konten utama

Apa itu Demokrasi Partisipatif?

"Hah? Partai baru apa lagi ini!?"

Bukan. Kami bukan orang partai. Kami hanya sekelompok orang yang meriset "Demokrasi Partisipatif"—yang tentu juga bukan nama partai.

Demokrasi Partisipatif adalah...

...mekanisme pemerintahan, yang warganya terlibat secara aktif.

Simpel. Sesederhana itu.

"Lho, memang di pileg, pilpres, & pilkada, warga tidak ikut terlibat?"

Iya. Warga terlibat. Tapi di antara waktu pemilihan-pemilihan itu, warga kembali pasif.

Agar lebih mudah, izinkan saya mendongeng dengan singkat.

Dahulu Kala...

...manusia hidup dalam kelompok kecil. Alam memberikan kehidupan—juga tantangan mematikan.

Lukisan Viktor M. Vasnetsov, The Stone Age.

Keluar dari kelompok—dan hidup sendiri—berarti mati dibunuh alam.

Semua anggota kenal seluruh anggota kelompok. Bukan hanya kenal, tapi juga akrab. Karena setiap hari berkerja sama mencari makan. Mereka belum paham konsep 'profesi'.

Alpha male adalah orang yang—semua anggota sepakat—paling kuat & paling bijak. Tidak setuju? Silahkan keluar dan buat kelompok sendiri. Alpha male adalah pemerintah, polisi, sekaligus hakim dalam satu tubuh.

Di kondisi seperti ini, adanya alpha male sangat bermanfaat. Karena kemampuan nge-bos dia, kelompok jadi tidak terpecah dan punya arah. Maklum, satu keputusan yang salah bisa berakibat kematian seluruh anggota. Alam bisa kejam dan otoriter.

Lalu...

Revolusi Agraria pertama. Umat manusia tidak lagi hanya berburu dan meramu.

Akibat penemuan-penemuan teknologi, jumlah orang dalam satu kelompok makin banyak. Ada beberapa konsekuensi:
  1. Pelan-pelan, makin sulit komunikasi dua arah antara alpha male dengan semua anggota. Mulai ratusan orang, akhirnya mustahil.
     
  2. Alpha male juga tidak lagi harus yang paling kuat—ciptakan saja profesi prajurit. Alpha male tidak lagi harus yang paling bijak—karena bisa punya penasihat & menteri. Meski saat krisis eksteral atau internal, alpha male yang kurang bijak bisa kehilangan posisinya—juga lehernya.
     
  3. Manusia mulai membuat 'alam'-nya sendiri. Profesi-profesi bermunculan—saling mengisi kebutuhan satu sama lain. Alhasil, tidak seperti sebelum revolusi agraria, keputusan alpha male mulai jarang berdampak fatal ke seluruh anggota. Istilah sekarang: auto-pilot.
     
  4. Tantangan tidak lagi singa atau beruang, tapi militer kelompok-kelompok tetangga yang ingin mengambil cadangan makanan, ladang subur, atau sumber air. Kadang kondisi bisa damai selama 3 generasi, tapi 2 generasi berikutnya perang tanpa henti.
     
  5. Peran alpha male sebagai simbol pemersatu pelan-pelan tumbuh. Sebuah kelompok manusia adalah mereka yang menyepakati alpha male yang sama. Di kondisi ini, beberapa kelompok mulai menciptakan alpha female.
     
  6. Lobi-lobi politik lahir. Karena kekuatan si alpha sebenarnya tidak nyata—maksudnya bukan otot atau otak, beberapa orang ambisius di dalam kelompok bisa bersiasat menjatuhkan si alpha.
Enam hal di atas membuat kondisi kurang stabil dibanding era sebelum revolusi agraria.

Solusinya, metode pemilihan si alpha jadi berdasarkan keturunan. Si alpha juga secara legal memiliki segala hal di dalam kerajaan—termasuk orang-orangnya. Rakyat akan mudah menerima. Kepemilikan memang normalnya diwariskan ke anak.

Agar lebih meyakinkan lagi di mata rakyat, dipopulerkan kepercayaan bahwa si alpha pertama adalah keturunan langsung dewa-dewi, atau dapat mandat langsung dari Tuhan, atau dijanjikan lahir messiah / Ratu Adil di masa depan dari garis keturunannya.

Asumsi utama metode ini adalah: keturunan si alpha minimal akan sama bijaknya. Kalau itu benar, skema ini akan membawa pada kestabilan.

Di era ini, si alpha punya nama baru: raja atau ratu. Dengan sistem yang bernama monarki.


Ternyata, setelah beberapa kali percobaan—dalam rentang waktu ribuan tahun—asumsi terbukti salah. Anak ratu / raja ternyata tidak selalu sama bijak dengan orang tuanya. Kadang lebih, kadang kurang. Entah apa penyebabnya.

Fluktuasi kualitas ratu / raja tersebut, plus peraturan suksesi berdasarkan keturunan yang bisa tidak detail & pakem, membuat sistem monarki berkali-kali menumbalkan darah.

Satu contoh: Perang Mawar di Inggris (1455-1487). Keturunan John (Lancaster) & keturunan Lionel (York) berseteru memperebutkan kursi raja Inggris. Ada sembilan belas pertempuran. Di pertempuran Piltown saja, ada lebih dari 400 korban jiwa.

Setiap ada kondisi yang tidak enak, manusia beradaptasi (baca: berinovasi). Itu kunci sukses spesies ini. Beberapa kelompok menciptakan oligarki—pemerintahan oleh beberapa orang. Beberapa lainnya menciptakan demokrasi—pemerintahan oleh seluruh rakyat.



Demokrasi adalah konsep yang tidak detail.

Politikus Indonesia berkali-kali bilang "pemilu adalah pesta demokrasi". Kalau kamu pikir demokrasi itu pemilu & pemilu itu demokrasi, kamu salah.

Bentuk konkrit demokrasi bisa banyak sekali. Tidak percaya? Berikut salah satu yang tertua.

Sekedar info, Sparta belum memberikan suara politik ke perempuan. 

Demokrasi bahkan bisa hidup berdampingan dengan monarki. Di Sparta, raja bisa tetap ada. Inggris sendiri, sejak akhir abad 17, menganut monarki konstitusional—yang membuat raja/ratu harus tunduk dengan konstitusi (UUD) yang demokratis.

Bahkan kalau direnung-renungkan lagi, di pemerintahan alpha male-pun anggota kelompok aktif berpartisipasi di pemerintahan. Ada unsur demokrasinya.

Kenapa ada unsur demokrasi? 1. Karena alpha male sendiri harus bisa menjelaskan keputusan-keputusannya dengan baik ke anggota. 2. Karena kalau dirasa zalim, para anggota bisa bersekongkol untuk membunuh alpha male. Kekuatan fisik terbesar adalah para anggota yang berkerja sama, bukan si alpha male.
Benang merah dari seluruh bentuk demokrasi adalah partisipasi aktif seluruh rakyat, terkait keputusan-keputusan yang berdampak ke diri mereka.
Maka, kualitas demokrasi bisa dinilai dari efektifitas & efisiensi partisipasi rakyatnya.

Berapa kira-kira kualitas partisipasi demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini?

Ingat, pilihnya lima tahun sekali.

Di mata saya, kadar partisipatifnya kecil—meski tentu lebih besar dibanding saat zaman Soeharto.

Demokrasi Perwakilan (Saja)

Teknologi berulang kali terbukti merubah cara hidup masyarakat. Revolusi agraria pertama, memunculkan format kerajaan. Revolusi internet diramal akan memunculkan demokrasi partisipatif.

Sebelum era internet, demokrasi berjalan dengan skema perwakilan saja. Harapannya, wakil rakyat benar-benar menyuarakan kepentingan rakyat. Harap maklum kalau harus diwakilkan, lingkup pemerintahan sudah lebih besar dari negara-kota Sparta. Indonesia tidak mungkin punya forum partisipasi seluruh rakyat seperti Apella di Sparta. Bahkan level Jakarta Pusat saja tidak memungkinan.

Teorinya wakil rakyat wajib mewakili. Tapi realitanya, komunikasi antara wakil rakyat dan rakyat berhenti selepas kampanye. Digantikan oleh komunikasi dengan pelobi korporat—agar peraturan pemerintah menguntungkan mereka.

Pelobi perusahan SunCorp Remy Danton sedang melobi politikus Frank Underwood di serial TV House of Cards.

Irman Gusman (Ketua DPD RI) dan dua penyuapnya ditangkap. Dia disuap agar memberi jatah impor gula.

Bukan cuma legislatif, eksekutif juga bisa zalim. Kalau ada survey di era orde baru, apa rakyat Indonesia ridho dengan nepotisme terang-terangan yang dilakukan Soeharto? Jika hasilnya "tidak ridho", apa Soeharto peduli?

Demokrasi negara besar dan hanya bertumpu pada perwakilan, tingkat partisipasinya mudah rendah. Sehingga rentan dizalimi.

Demokrasi Partisipatif

Sebenarnya "internet diramalkan akan melahirkan demokrasi partisipatif" adalah kalimat yang kurang tepat.

Lebih tepat: "demokrasi partispatif sudah lahir—dan akan terus membesar".

Change.org adalah situs petisi internasional. Berikut daftar keberhasilan Change.org di tahun 2016.

Qlue adalah aplikasi pelaporan isu-isu kota. Qlue berkerja sama dengan inisiatif Smart City di Jakarta.





Ini hanya permulaan kecil. Hanya di Indonesia pula. Untuk meningkatkan partisipasi rakyat, masih banyak yang bisa dibuat. Internet menyingkap banyak pintu kemungkinan.

Jadilah seorang demokrat partisipatif. Bergabunglah dengan kami. Mari kita bahas sama-sama. Mari bergerak bersama.

Komentar